Skip ke Konten

Jalan Panjang Epistemologi Mahasiswa Era Artifisial

Penulis oleh Ahmad Riecardy, S,E. (Ketua PC PMII Parepare Masa Khidmat 2022-2023)
25 April 2025 oleh
PMII Parepare

Catatan Penting : "Penting mendalami rumus dasar berfikir logis dan epistemologi kontemporer, konsep kepemimpinan, dan manajemen, paling penting tidak primordial!"


Memantik Potret Kondisi

Dalam era di mana informasi mengalir lebih cepat daripada pikiran kita memprosesnya, mematangkan aksi berdasarkan pengetahuan bukan sekadar kemewahan intelektual, melainkan kebutuhan esensial. Bagian narasi ini mengajak sahabat menapaki proses pematangan aksi secara rasional, terstruktur dan sistematis sebagai panduan. Tujuannya bukan hanya memahami teori (memang bukan teori)—tetapi juga menjadikannya bahan bakar untuk tindakan nyata yang berdampak.


Sejarah panjang transmisi ilmu memperlihatkan perjalanan manusia dari kegelapan menuju pencerahan entah dari kacamata timur tengah era Islam atau eropa abad pencerahan. Dulu, menyalin naskah sekali cetak berharga emas dan memakan waktu berminggu-minggu. Hari ini, kita dihadapkan pada banjir tekstual, konten digital dan harus mampu memilah apa yang benar-benar penting. Narasi ini tidak akan mengulang kisah lama, melainkan memfokuskan pada bagaimana menyalurkan kebebasan akses menjadi kewaspadaan epistemologis, lalu menyalurkannya menjadi jejak langkah konkret.


Hakikat Narasi ini..! Menjelaskan konsep pematangan aksi sebagai proses transformasi pengetahuan menjadi kegiatan yang terukur dan berdampak. Merinci rasionalitas berpikir yang terstruktur dan sistematis, sehingga menghindar dari bias, impulsivitas dan kebingungan pilihan. Mengaplikasikan kerangka kerja untuk menuntun langkah epistemik dari tahap pemahaman hingga eksekusi nyata.


Epistemologi di Era Kecerdasan Artifisial

Suatu gambaran umum untuk memahami bahwa di tengah dominasi algoritma dan banjir data, cara kita memahami kebenaran mengalami transformasi radikal. Pengetahuan tidak lagi semata dibangun melalui intuisi atau pengalaman manusiawi tetapi juga lewat kalkulasi mesin yang mengekstraksi pola dari prediksi sumber informasi. Namun, di balik efisiensi ini tersembunyi tantangan—korelasi data sering disalahartikan sebagai sebab-akibat, sementara ada ancaman objektivitas sepihak yang dirangkum oleh otomatisasi yang berangkat dari konteks berbeda. Kebenaran pun menjadi cair, bergantung pada konteks penggunaan datanya. Di titik inilah kolaborasi manusia-mesin atau mesin-manusia menjadi kunci, kecerdasan buatan menyediakan kecepatan dan skala prediktif-akuratif, sementara manusia memberi makna, nilai dan kritisisme. Menjadikan pengetahuan bukan sekadar kumpulan fakta statis, melainkan pemahaman dinamis yang lahir dari dialog antara teknologi dan kebijaksanaan insani.


Filosofi Sejarah Akses Pengetahuan

Bayangkan para penyalin naskah zaman dinasti islam atau Abad Pertengahan versi eropa, mereka berkelana dari satu perpustakaan ke perpustakaan, biara ke biara lain, menyalin tiap huruf dengan tinta dari bulu angsa. Setiap lembar yang terbit adalah buah jerih payah ratusan tangan. Di sisi lain, kini cukup satu ketukan jari untuk mengakses jurnal internasional, ceramah pakar atau tutorial teraktual, namun nilai sejati pengetahuan tidak terletak pada kecepatan akses, melainkan pada kedalaman dan ketepatan penggunaannya.


Saat kebebasan digital menggiurkan, muncul paradoks pilihan seperti berdiri di dapur besar penuh rempah lada hitam, ketumbar, paprika, hingga cengkeh, lalu kebingungan menentukan menu. Terlalu banyak opsi membuat kita rentan ambil keputusan tanpa pertimbangan matang. Kesadaran bahwa pemilahan kualitas lebih penting daripada kuantitas adalah langkah awal mencuri perhatian diri sendiri.


Self-Awareness Sebagai Stimulus Pencerahan

Sebelum melanjutkan, bertanyalah "Apa sebenarnya yang saya cari?". Perlu kejujuran untuk mengakui apakah Anda belajar demi tujuan luhur yang mengatasi kemalasan akal, memperluas cakrawala atau sekadar pamer gelar. Tanpa jujur terhadap motivasi terdalam, aksi akan terombang-ambing di tengah badai opini dan otoritas eksternal dari dinamika kampus-negara, hierarki organisasi, hingga diskursus viral di media sosial. Self-awareness adalah lampu sorot. Ia menyingkap bias tak kentara yang melekat di benak. Dengan bercermin pada reflektif, apakah bangunan spiritual, intelektual, sosial atau profesional anda membangun landasan kuat untuk bermanuver dari sekadar konsumsi pasif menjadi agen perubahan aktif atau sebaliknya?


Urgensi Pematangan Aksi

Ilmu tanpa praktik ibarat angin yang tak berwujud dan tak meninggalkan jejak, kadang datang dalam pusaran yang menarik puing-puing ke langit, menghempaskannya ke tanah. Pematangan aksi berarti memetakan rute dari titik A (pengetahuan) ke titik B (tindakan). Beberapa alasan mengapa hal ini penting, yaitu mencegah analysis paralysis, ketika tumpukan teori menumpuk tanpa eksekusi, kita kehilangan momentum. Pematangan aksi menetapkan batas waktu, sumber daya dan indikator keberhasilan. Meningkatkan kredibilitas bahwa hasil konkret membuktikan kompetensi lebih kuat daripada portofolio kutipan nama tokoh atau kejayaan masa lalu seorang. Mengubah Kebiasaan dengan membentuk siklus aksi—refleksi—evaluasi—aksi ulang, kita menumbuhkan disiplin belajar dan berkarya.


Rasional yang Terstruktur dan Sistematis

Rasional terstruktur memandu kita melalui enam fase logis diantaranya; 

  1. Identifikasi Masalah, yang tujuannya menyusun pertanyaan penelitian dengan jelas. Hindari kata-kata kabur misalnya, ganti "kenapa saya susah belajar" menjadi "apa faktor kognitif dan emosional yang menghambat motivasi belajar saya?".
  2. Kajian Teori, pilih teori dan konsep yang relevan dari epistemologi klasik Plato hingga riset neurosains modern.
  3. Formulasi Hipotesis, buat pernyataan yang bisa diuji "Menerapkan sesi refleksi 10 (upgrade setiap minggu ke 20 menit) sebelum istirahat, memicu produktivitas belajar".
  4. Metode Verifikasi, putuskan cara mengumpulkan data, bisa melalui jurnal harian, eksperimen lapangan (misalnya, uji coba pemrograman mindset growth) atau survei teman diskusi.
  5. Analisis Hasil, gunakan logika deduktif dan induktif untuk menafsirkan data. Apakah hipotesis terbukti? Adakah anomali?. 
  6. Refleksi dan Sintesis, tarik benang merah antara teori dan praktik. Tuliskan insight penting, kemudian rancang literasi berikutnya.

"Pematangan aksi menuntut ketekunan menjalani setiap fase tanpa melompati, karena lompatan logis berisiko menciptakan retakan argumen yang sulit diperbaiki".


Menjadikan rasional yang terstruktur sebagai kebiasaan sehari-hari bukanlah sesuatu yang instan, melainkan membutuhkan sistem pendukung yang konsisten dan terarah. Salah satu langkah awal yang sederhana namun berdampak besar adalah dengan membuat jurnal harian. Jurnal ini tidak perlu panjang atau rumit, cukup 4 hingga 6 baris per hari yang berisi catatan tentang hipotesis pemikiran, ide baru, eksperimen tindakan, kendala yang dihadapi serta hasil atau refleksi singkat. Kebiasaan ini akan melatih otak untuk berpikir sistematis dan melihat pola dari hari ke hari. Selain itu, penting untuk membangun rutinitas refleksi sebagai momen evaluasi internal. Cukup alokasikan puluhan menit untuk mengevaluasi apa yang telah dilakukan, bagaimana dampaknya dan apa yang bisa diperbaiki. Ini akan membantu kita menjaga kesadaran kritis dan menghindari rutinitas kosong yang hanya mengandalkan gerak tanpa makna. Agar proses ini tidak menjadi beban pribadi semata, bentuklah group mastermind, yakni kelompok kecil berisi 3 hingga 5 orang yang bertemu setiap minggu. Dalam pertemuan ini, setiap anggota bisa membahas hambatan yang mereka hadapi, saling memberikan kritik yang membangun dan merayakan capaian yang telah diraih bersama.


Terakhir, sistem ini perlu diperkuat dengan evaluasi bulanan. Setiap 30 hari, luangkan waktu untuk melakukan tinjauan mendalam terhadap seluruh proses. Tandai apa saja metode atau strategi yang terbukti efektif, apa yang ternyata tidak bekerja dan perlu ditinggalkan serta tetapkan target spesifik untuk bulan berikutnya. Dengan kombinasi elemen ini, jurnal harian, refleksi harian, kelompok mastermind dan evaluasi bulanan, kebiasaan berpikir dan bertindak secara rasional serta sistematis akan terbentuk secara berkelanjutan.


Arah dan Api Perubahan: Jalan Panjang Epistemologi Mahasiswa

Keinginan belajar di lingkungan kampus seharusnya tidak berhenti pada level keinginan semata, melainkan harus tumbuh dan berakar dalam kesadaran yang terstruktur. Strategi untuk menumbuhkan ‘api’ belajar ini dapat dimulai dari upaya mengaitkan setiap topik perkuliahan atau program akademik dengan relevansi pribadi. Misalnya, seorang mahasiswa teknik tidak sekadar belajar tentang mesin industri karena itu bagian dari kurikulum, tapi karena ia ingin menciptakan teknologi efisien untuk membantu petani di kampung halamannya. Mahasiswa komunikasi yang serius menekuni strategi branding digital karena bercita-cita membesarkan bisnis keluarga. Atau mahasiswa ekonomi yang belajar teori perbankan islami untuk membentuk mekanisme keuangan bank sendiri yang terintegrasi dengan masjid atau pasar. Ketika ilmu menjadi bagian dari cita-cita hidup yang konkret, proses belajar menjadi lebih bergairah dan bermakna.


Selain itu, storytelling inspiratif memainkan peran penting. Mahasiswa butuh narasi yang menghidupkan semangat—bukan hanya hafalan teori, tetapi juga kisah bagaimana tokoh-tokoh seperti Gutenberg, pendobrak revolusi cetak atau Elon Musk si inovator lintas semesta, menapaki jalan berliku menuju planet Mars. Bukan untuk meniru detail teknis mereka, melainkan untuk menangkap api kegigihan dan keberanian mengambil risiko. Di lingkungan akademik, hal ini bisa diintegrasikan melalui diskusi lintas kelas, sesi “cerita tokoh favorit” atau pameran mini biografi ilmuwan yang dikaitkan dengan program studi.


Kemudian, strategi lain yang efektif adalah mengembangkan mentoring dua arah di lingkungan kampus. Mahasiswa tidak hanya perlu belajar dari dosen atau senior tapi juga berperan sebagai mentor bagi adik tingkat atau rekan yang kesulitan dalam bidang tertentu, meski sharingnya sebatas tutorial kepanitiaan dan administrasi—seiring bertambahnya ilmu. Mengajar adalah cara terbaik untuk menguatkan pemahaman dan mendengar pengalaman belajar orang lain seringkali memicu refleksi serta motivasi baru. Program kampus bisa memfasilitasi ini melalui peer learning group atau klinik akademik yang bersifat kolaboratif, bukan kompetitif.


Agar proses belajar tidak terasa berat atau kaku, gamifikasi juga bisa menjadi pendekatan efektif. Misalnya, seorang mahasiswa menetapkan target menyelesaikan lima jurnal review dalam dua minggu, lalu menghadiahi dirinya dengan kopi spesial atau menonton film favorit setelahnya. Reward kecil ini menciptakan rasa pencapaian yang konkret dan menjaga semangat tetap stabil di tengah tekanan akademik dan organisasi. Kampus pun bisa membuat sistem insentif yang ringan namun menyenangkan seperti membaca pustaka atau tantangan mingguan menulis refleksi yang diunggah ke platform daring kampus.

"Saat orang awam memahami konsep, aksi Anda menggema lebih luas"


Santai, Namun Penuh Seni Provokatif!

Tinggalkan kebiasaan belajar setengah hati. Beranilah menantang otoritas, meretas batasan dan merangkum saripati ilmu menjadi praktik yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, hingga masyarakat pinggiran. Dengan demikian, epistemologi bukan lagi ramuan teori kering, melainkan api semangat yang mengobarkan kemajuan bersama. Semoga narasi ini mengilhami sahabat untuk mematangkan setiap aksi, memproses dari butir pengetahuan hingga jejak langkah berkelanjutan menuju kehidupan yang lebih bermakna dan bermanfaat.

di dalam Opini
PMII Parepare 25 April 2025
Share post ini
Label
Arsip